zendsia_avesta
Sabtu, 01 Agustus 2015
VENDING MACHINE; DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan suka sama suka.”
Secara etimologi jual beli dalam istilah fiqih disebut dengan البيع yang berarti menjual, Lafal البيع dalam bahasa Arab terkadang digunakan kata الشراء . Selain dua kalimat diatas masih ada beberapa istilah yang masih berkaitan/mengandung arti jual-beli yaitu: al-tija>rah, (tas}arruf), dan al-muba>dalah. Semua kalimat diatas memiliki esensi yang sama yaitu jual-beli.
Adapun secara terminology (istilah) jual-beli adalah “menukarkan sesuatu dengan sesuatu” atau” mengganti sesuatu dengan sesuatu”. Menurut Imam Sha>fi’i>, jual-beli adalah kegiatan saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan barang dalam kata kepemilikan. Sedangkan Imam Taqiyu al-Di>n mendefinisikan jual-beli adalah saling tukar menukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tas}arruf) dengan ija>b dan qabu>l, dengan cara yang dilegalkan syara’. dalam kitab al-Fiqhihul Islami wa Adilatuhu jual beli berarti muqa>balatu shai’in artinya adalah menukar sesuatu dengan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dari klausul diatas dapat di pahami bahwa inti jual- beli ialah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.
Dalam kitab fiqh al-Waadih, dikatakan bahwa jual-beli merupakan solusi yang sangat efesien dan efektif bagi seseorang yang ingin meraup kekayaan, karena jual-beli dipandang sebagai cara tercepat untuk memperoleh kekayaan. Bukti empiric (nyata) dan sudah menjadi sejarah dunia bahwa, Nabi Muhammad SAW merupakan seorang saudagar yang sangat kaya. Bahkan banyak ajaran islam yang beliau sampaikan melalui mu’amalah yang satu ini (jual-beli).
Hukum jual-beli pada dasarnya ialah halal atau boleh (al-ibaahatu), artinya setiap orang dalam mencari nafkahnya boleh dengan cara jual-beli. Hukum jual-beli dapat menjadi wajib apabila jual-beli dipandang sebagai satu-satunya cara yang dapat dilakukan oleh seseorang dalam mempertahankan hidup. Allah SWT berfirman dalam (QS. an-Nisa’: 29) sebagai berikut:
يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّا أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمً
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil. Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu”.
Walaupun dalam hukum Islam jual beli merupakan hal yang boleh, Islam tetap memberikan batasan dan aturan jenis benda apa saja yang dapat dijadikan barang jualan (produksi) dan menetapkan aturan bagaimana tata-cara ber-muama’ah jual-beli, dan bagaimana pengambilan laba yang dibolehkan sehingga terjauh dari riba. Hal itu dilakukan sebagai implementasi dan wujud dari adagium “Agama yang rahmatan lil’alamin”. Kegiatan transaksi jual beli juga merupakan bentuk mu’amalah yang bisa dipandang rawan kecurangan, karena berbagai kecurangan bisa terjadi dalam muamalah yang satu ini.
Maka sebagai implementasi dan wujud dari adagium “Agama yang rahmatan lil’alamin”, islam memberikan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan sebagai langkah prepentif dari berbagai/kemungkinan kecurangan. Yangmana hal itu tertuang dalam rukun dan syarat dalam jual beli. Secara garis besar rukun dan syarat yang harus dipenuhi, adalah sebagai berikut: Pertama, Penjual, Kedua. Pembeli, Ketiga. Ijab dan qabul, Kempat. Benda atau barang yang diperjual belikan. Rukun dan syarat tersebut menjadi sebuah tolak-ukur sah atau tidaknya transaksi jual-beli.
Akan tetapi sesuai dengan Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berkembang sangat pesat. Dimana Manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menggunakan rasa, karsa, dan daya cipta yang dimiliki. Salah satu bidang iptek yang berkembang pesat saat dewasa ini adalah jual-beli melalui vending machine yaitu suatu alat mesin yang berfungsi untuk melakukan transaksi jual beli tanpa disertai penjaga. Adapun cara kerja atau penggunaan vending machine sangatlah mudah yaitu kita tinggal memasukan uang koin atau kertas (ada juga yang menggunakan kupon), lalu kita tekan tombol sesuai dengan barang yang kita inginkan, maka barang yang kita pilih akan dengan sendiri keluar. Diciptakannya vending machine bertujuan untuk memudahkan konsumen membeli minuman atau makanan ringan. Dengan begitu proses jual-beli dapat lebih mudah, efisiensi, praktis dan tidak menghabiskan waktu yang banyak merupakan pertimbangan utama manusia dalam melakukan aktivitas.
Apabila dilihat dari cara kerja dan kegunaan vending machine dalam melakukan transaksi jual-beli, maka kita akan melihat beberapa perbedaan yang sangat substansial, dengan jual-beli yang telah disyariatkan atau diatur dalam hukum Islam “fiqh konvensional. Dimana dalam jual-beli yang menggunakan vending machine, disana kita tidak mendapatkan Pertama. Tidak ada penjual Kedua. tidak ada suatu Shighah (ijab dan Kabul) antar penjual dan pembeli. Yangmana dalam hukum islah (fiqh) kedua unsur tersebut sanagt menentukan sah atau tidaknya transaksi jual beli. Maka perlu kiranya kita menganalisia penggunaan vending machine dalam transaksi jual beli. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana pandangan hukum islam (fiqh) terhadap transaksi yang menggunakan vending machine? Apakah hal tersebut dibolehkan/dipandang sah dalam hukum Islam atau tidak?
Untuk menjawab pertanyaan diatas penulis akan membatasi lingkup bahasan yang mana hanya menggunakan pandangan dua ulama Imam Madzhab Besar yaitu Imam Syafii dan Imam Malik. Imam Malik berpendapat bahwa transaksi jual beli yang menggunakan vending machine dihukumi sah. Seperti Sah-nya jual-beli mu’atat yaitu jual-beli yang telah disepakati oleh pihak yang berakad, berkenaan dengan barang maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab dan qabul, seperti yang terjadi di Mall, Swalayan dan supermarket, dan via internet “online” dll. sikap mengambil barang dan membayar harga barang oleh pembeli, menurut Imam Malik telah menunjukan ijab dan qabu>l dan mengandung unsur kerelaan.
Selain merujuk pada al-Qur’an dan hadis Imam Malik juga merujuk pada al-‘adah dan istihsan. Bahwa praktik transaksi jual-beli yang dipraktikkan oleh masyarakat di suatu daerah juga menjadi bahan pertimbangan bagi Imam Malik dalam membuat sebuah produk hukum. Karena selain berpijak pada al-‘adah, Imam Malik juga berpijak pada istihsan. Bila kebiasaan al-‘adah suatu masyarakat tentang transaksi jual-beli dinilai lebih mempermudah, baik dan lebih mengandung maslahah} maka hal tersebut dipandang sah, jadi bila sebuah model transaksi dianggap baik, memberikan kemudahan dan maslahah bagi sebuah masyarakat, maka bagi Allah pun itu sudah baik dan boleh.
Imam Malik berpendapat bahwa kerelaan seseorang bukan hanya bisa diketahui dari ucapan semata “verbal”. Akan tetapi, adanya keinginan untuk melakukan transaksi pun juga merupakan indikator sebuah kerelaan. walaupun orang yang melakukan transaksi jual-beli tidak menyatakan kalau dia rela, secara tidak langsung sudah menyatakan kerelaannya/keridhaan dan dengan perbuatan itu sebenarnya akad sudah terjadi. Imam Malik karena metode ijtihadnya adalah al-‘adah, dan istihsan, maka Imam Malik memandang bahwa jual-beli yang menggunakan vending machine dihukumi sah, karena jual;beli tidak harus ada ijab dan qabul (tidak menjadi syarat mutlak), apabila hal itu sesuai dengan kebiasaan masyarakat setempat.
Berbeda halnya dengan imam malik, Imam Syafi’I berpendapat berpendapat bahwa transaksi jual-beli yang menggunakan vending machine hukumnya tidak sah, karena imam Syafi’I sendiri menolak ba’I al-muathat, karena asumsi beliau suatu transaksi jual-beli harus dilakukan dengan ucapan yang jelas, karena ijab dan qabul dalam transaksi itu mengandung unsur kerelaan untuk kedua belah pihak. beliau berpendapat bahwa ijab dan qabul harus di ucapkan secara verbal mengingat suka sama suka bersifat abstrak. Tidak dapat dilihat.
Penghalalan Allah terhadap jual-beli mengandung makna bahwa Allah menghalalkan jual-beli yang dilakukan oleh dua orang pada barang yang diperbolehkan untuk diperjual-belikan atas dasar suka sama suka. Adapun dalil yang menerangkan ijab dan qabul harus diucapkan adalah sebagai berikut:
وَالْمَشْهُورُ:أنَّهُ لَابُدَّ مِنَ الإِ يجَابِ والقَبُولِ؛ لِأَنَّهُ عَقْدٌ مُعَاوَضَتِ ؛ فَافْتَقَرَ إِلَى الْإِيْجَابِ وَالْقَبُولِ؛ كَالنِّكَاحِ.
”Adapun pendapat yang lebih unggul: bahwasannya dalam jual-beli itu diharuskan adanya ijab dan qabul, karena hal tersebut merupakan akad muawadah, maka membutuhkan akan ijab dan qabul, seperti akad nikah.
Dalil ini mengindikasikan adanya jual-beli diharuskan ijab dan qabul karena itu merupakan transaksi jual-beli antara si penjual dengan si pembeli. Imam Shafi’I tidak memakai al-‘adah dan istihsan seperti halnya Imam Malik dalam membuat sebuah produk hukum, khususnya dalam praktik jual-beli. Imam Shafi’i berpegang teguh kepada praktik jual-beli yang sudah dijelaskan dalam nass. Bagi Imam Shafi’i, sebuah jual-beli harus didasari pada sifat saling rela. Bila jual beli itu tidak didasari saling rela, maka jual-beli itu tidak sah. Sedangkan kerelaan itu sendiri merupakan sesuatu yang samar. Sesuatu yang tidak bisa dideteksi. Dengan demikian, hanya ucapanlah yang mampu menjadi indikator dari kerelaan tersebut.
Dan perlu kiranya diketahui bahwa dalam metode ijtihadnya Imam Syafi’I, menolak istihsan secara keras (sebagai bentuk Kehati-hatian), sehingga imam syafii mengeluarkan statemen manistahsana faqad syara’a ”barang siapa yang sudah beristihsan “mengaggap sesuatu itu baik” maka ia telah bersyariat. Dan hal ini tentunya bertolak belakang dengan metode ijtihadnya imam Maliki yang menerima dan menggunakan istihsan dalam ijtihadnya.
Selasa, 13 Desember 2011
Biografi Gusdur
(The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid)
Dalam banyak kesan, Gus Dur mungkin bisa digambarkan dengan kata-kata yang singkat saja: kompleks dan nyeleneh. Oleh karena itu, pribadi Gus Dur cenderung sulit untuk dipahami, terutama dalam satu sudut tafsir atas dua kata itu. Tergantung siapa yang melihat dan memahami. Gus Dur sering kali dinilai sebagai sosok kontroversional, tidak terduga, bahkan weruh sak durunge winarah (bisa mengetahui sesuatu sebelum itu terjadi).
Tentu hal yang sangat menarik bagi Greg Barton, dalam buku ini berkesempatan memaparkan langsung biografi tokoh Indonesia yang tidak hanya dikagumi di kalangan sepantarannya, tapi juga bagi orang sederhana dan biasa-biasa saja. Pemahaman ini tidak didapat dari sekedar wawancara, tapi karena persahabatan yang begitu akrab termasuk mendampingi Gus Dur dalam kunjungan dan akhir masa jabatannya.
Gus Dur adalah seorang yang dibesarkan dari pesantren. Lahir pada tanggal 4 Sya’ban 1940 M di Denanyar, dekat kota Jombang, Jawa Timur, di rumah pesantren milik kakek dari pihak ibunya, Kyai Bisri Syansuri. Gus Dur memiliki nama asli Abdurrahman Ad-Dakhil. Pada zaman ini, pesantren merupakan bagian longgar dari Nahdhatul Ulama (NU), sebuah organisasi Islam tradisional yang terkuat, baik di Jawa sendiri, maupun di luar Jawa. Terkait dengan hal ini, kedua kakek Gus Dur –Kyai Bisri Syansuri dan Kyai Hasyim Asy’ari-, merupakan ulama yang sangat dihormati di kalangan NU. Kedua orang ini selain sebagai kyai, juga sebagai pejuang negara sehingga secara resmi dikenang sebagai Pahlawan Nasional. Hal inilah yang membuat Gus Dur tidak hanya tumbuh dalam lingkungan agamis semata, tapi juga dari besar di lingkungan akademis dan politis.
Selain kedua kakeknya, ada tokoh kunci lain yang mempunyai banyak pengaruh terhadap kehidupan Gus Dur. Mereka adalah Kyai Wahab Hasbullah dan Kyai Wahid Hasyim. Kyai Wahab adalah murid Kyai Hasyim Asy’ari, sekaligus keponakannya. Sama seperti Kyai Hasyim dan Kyai Bisri, Kyai Wahab juga menempuh pendidikan di Makkah dan berguru pada Syaikh Chatib Minangkabau. Sebelumnya, beliau berguru kepada Kyai Cholil di Bangkalan, Madura.
Tokoh kunci lain yang juga berpengaruh, tidak lain adalah ayah Gus Dur sendiri yakni Kyai Wahid Hasyim. Beliau dilahirkan di Tebuireng, Jombang, pada Juni 1914. Karena ibunya adalah seorang ningrat Jawa, maka Kyai Hasyim tidak menginginkan anaknya tinggal di dunia pesantren di pedesaan. Kyai Hasyim diajari seorang Eropa mengenai bahasa Inggris dan Belanda. Ketika berusia delapan belas tahun, ia berlayar ke Makkah selama dua tahun untuk belajar. Sekembalinya ke Tebuireng (1934), dia mulai mengembangkan gagasannya untuk mengkorelasikan pendidikan modern dengan pengajaran Islam klasik. Pada tahun 1938, Wahid Hasyim memilih untuk aktif dalam kancah politik dan bergabung dengan NU.
Gus Dur menempuh pendidikan selama enam tahun di Pesantren Tebuireng di bawah bimbingan kakeknya sendiri, Kyai Hasyim Asy’ari. Selain itu, Gus Dur juga dapat pergi ke Pesantren Al-Munawwir di Krapyak tiga kali seminggu untuk belajar bahasa Arab kepada Kyai Ali Ma’shum. Di sini, Gus Dur membuktikan bahwa dia anak yang cerdas sehingga pelajaran di pesantren dapat dicerna dengan mudah tanpa harus berusaha keras, maka ia punya banyak waktu luang untuk membaca. Dalam buku ini diceritakan, Gus Dur tidak hanya membaca buku agama saja. Ia mulai suka menonton film yang tentu kebiasaan ini sangat bertentangan bagi seorang calon kyai. Gus Dur juga tertarik dengan wayang kulit, dan bahkan membaca sastra picisan.
Pada saat ia mengajar di madrasah Tambakberas pada awal tahun 1960-an, ia mulai tertarik kepada seorang siswi yang bernama Nuriyah. Gadis ini adalah salah satu dari gadis yang paling menarik di kelasnya dan tentu menarik seorang Gus Dur untuk menyuntingnya. Bagi Nuriyah, Gus Dur juga menarik perhatiannya karena keintelekan dan juga tujuan hidupnya yang kuat. Akhirnya setelah menikah, pada bulan November 1963 Gus Dur berangkat ke Kairo, Mesir, karena mendapatkan beasiswa untuk belajar di Universitas Al-Azhar. Akan tetapi, di Al-Azhar, Gus Dur merasa tidak cocok dengan sistem pendidikan yang diajarkan. Gus Dur lebih memilih banyak berdiskusi dan mengikuti organisasi ketimbang berada di kelas.
Sekembalinya ke Indonesia, Gus Dur aktif dalam organisasi yang membesarkannya –Nahdhatul Ulama-. Pada November 1994, Gus Dur muncul sebagai pemenang dalam pemilihan kembali ketua umum PBNU. Gus Dur kala itu, dianggap menang, karena ia telah mencapai sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam masa Orde Barunya Soeharto.
Pergulatan politik Gus Dur sampai pada puncaknya ketika PKB didirikan pada tahun 1998, dan banyak anggota partai yang berharap Gus Dur menjadi presiden. Akhirnya, pada pemilu 1999, Gus Dur maju sebagai kandidat dan mengalahkan pesaing terkuatnya, Megawati. Kemenangan ini mengejutkan banyak pihak dan sungguh di luar dugaan pengamat politik Nusantara.
Secara keseluruhan, buku ini cukup menarik untuk dikaji. Tentu mengesankan, memahami karakter seorang tokoh Indonesia yang dikenal karena ke-tidak laziman-nya, dikenal sangat toleran hingga mendapat julukan Bapak Pluralisme Indonesia.
Akhir kata, Indonesia masih memerlukan tokoh seperti Gus Dur. Arif dalam kata-katanya, santun dalam perilakunya. Hal ini akan tentu sangat didamba Indonesia di tengah banyaknya krisis moral dan amoral yang menimpa masyarakat negeri ini.**
Sabtu, 10 Desember 2011
HERMENEUTIK DALAM STUDI ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latarbelakang
Gambaran ajaran Islam yang demikian ideal itu pernah dibuktikan dalam sejarah dan manfaatnya dirasakan oleh seluruh umat manusia di dunia. Namun kenyataan Islam sekarang menunjukkan keadaan yang jauh dari cita-cita ideal. Ibadah yang dilakukan umat Islam seperti shalat, zakat, puasa, haji dan ibadah-ibadah lainnya berhenti pada sebatas menunaikan kewajiban, menggugurkan tugas dan menjadi lambang kesalehan individu, sedangkan buah dari ibadah yang berdimensi kepedulian sosial, sudah kurang nampak. Dikalangan masyarakat, telah terjadi kesalahpahaman dalam memahami, menafsirkan dan menghayati pesan simbolis keagamaan yang umumnya dituangkan dalam bentuk teks (nash) baik dalam al-Qur’an maupun al-Hadits.
Berkaitan dengan aktivitas memahami dan menafsirkan teks (nash) ini dalam sejarah intelektual manusia banyak ditemui para tokoh di bidang keahliannya masing-masing telah berusaha mewariskan apa dan bagaimana cara memahami teks (nash) secara akurat, tepat, layak dan benar. Berbagai teori, konsep dan disiplin keilmuanpun muncul untuk menyelesaikan bidang ini, salah satunya adalah hermeneutika. tulisan ini mencoba untuk menyingkap tentang hermenutika sebagai sebuah disiplin kajian atau pendekatan yang menggarap wilayah pemahaman dan penafsiran, khususnya pemahaman dan penafsiran makna teks sebagai sumber agama. Dengan demikian tulisan ini bertujuan untuk menganalisis interpretasi makna teks dengan menggunakan pendekatan hermeneutika, sehingga muncul kontektualisasi makna teks yang final goalnya tidak lain adalah membuktikan bahwa syari’at Islam, itu salihun likulli zaman wa makan. Dengan pendekatan hermeunitika ini maka diharapkan mampu menggali ajaran Islam yang sumbernya berupa teks al-Qur’an dan al-hadits yang agung dan ideal.
BAB II
PEMBAHASAN
A . Pengartian Hermeneutik
Hermeneutik berasal dari nama dewa Yunani, Hermes. Dewa Hermes menurut keyakinan orang-orang Yunani sebagai fungsi transmisi apa yang ada dibalik pemahaman manusia ke dalam bentuk yang dapat ditangkap inteligensia manusia. Sedangkan akar kata hermeneutika berasal dari istilah Yunani dari kata kerja hermeneuein, yang berarti’’menafsirkan’’, dan kata benda hermeneia, yang berarti ‘’interpretasi’’. Karena itu pertanyaan yang sering diajukan adalah: ‘’Apakah hermeneutika itu?’’. Dalam Webster’s Third New International Dictionary dijelaskan defininya sebagai: ’’studi tentang prinsip-prinsip metodologis interpretasi dan eksplanasi; khususnya kajian tentang prinsip-prinsip umum interpretasi Bibel’’.
Istilah hermeneutik yang berasal dari bahasa Yunani ini berawal dari cerita bahwa tokoh mitologis yang bernama Hermes, yaitu seorang utusan yang mempunyai tugas menyampaikan pesan Jupiter kepada manusia. Hermes digambarkan sebagai seorang yang mempunyai kaki bersayap dan lebih banyak dikenal dengan sebutan Merkurius dalam bahasa latin. Tugas Hermes adalah menterjemahkan pesan-pesan dari dewa di gunung Olympus ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh umat manusia. Oleh karena itu fungsi Hermes sangat penting sebab bila terjadi kesalahpahaman tentang pesan dari dewa-dewa, akibatnya akan fatal bagi seluruh umat manusia. Hermes harus mampu menginterpretasikan atau menyadur sebuah pesan ke dalam bahasa yang dipergunakan oleh pendengarnya. Sejak saat itu, Hermes menjadi simbol seorang duta yang dibebani dengan sebuah misi tertentu. Berhasil-tidaknya misi itu sepenuhnya tergantung pada cara pesan itu disampaikan. Oleh karna itu, hermeneutik pada akhirnya diaratikan sebagai ‘’proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi menegerti’’.
B. Aliran-aliran hermeneutik
Secara umum aliran-aliran hermeneutik adalah
1. Aliran objektivitas
yang dikembangkan tokoh-tokoh klasik, khususnya Friederick Schleiermacher (1768-1834) dan Wilhelm Dilthey (1833-1911),bahwa interpretasi berarti memahami teks sebagaimana yang dipahami pengarang.
Hermeneutik ini berurusan dengan teks-teks. Jika seseorang membaca sebuah teks dari pengarang yang hidup sezaman dengannya, ia bisa menanyakan langsung bila ada teks yang kurang ia pahami, sehingga pemahamannya dapat ditangkap secara kurang lebih lurus dari makna yang dimaksud pengarangnya.
Tapi bila membaca teks zaman dahulu yang kontak hubungan sipembaca terputus dalam jangka waktu yang panjang, sipembaca akan menemukan kesulitan dalam memahami isi teks atau ia salah dalam memahaminya, sehingga seseorang akan berusaha keras untuk menangkap makna yang dimaksudkan oleh pengarang. Disinilah seseorang berhadapan dengan masalah hermeneutik, yaitu bagaimana menafsirkan teks itu. Oleh karna itu,memahami hermeneutik teks sangat bermanfaat untuk menambah wawasan dan cara pandang seseorang terhadap produk-produk budaya masa lalu atau tradisi serta ilmu yang berkenan dengannya.
2. Aliran subjektivita
Bahwa interpretasi ditujukan untuk memahami apa yang tertera dalam teks. Menurut Gadamer ,kelompok subjektif,dalam kegiatan interpretasi,seseorang tidak perlu keluar dari tradisinya dan masuk dalam tradisi penulis. Disamping hal itu tidak mungkin, keluar dari tradisi juga berarti membunuh kreativitas dan pikiran seseorang. Masih menurut aliran subjektif, hermeneutika bukan lagi sekadar memproduksi ulang makna yang telah ada, namun juga memproduksi makna baru demi keutuhan masa kini sesuai dengan subjektivitas penafsir.
Hermeneutika sebagai metode interpretasi dan pemaknaan suatu teks bukan hal baru. Para filosof dan teolog abad-abad lalu menjadikannya sebagai metode dalam memaknai kitab suci agar tepat sesuai konteks zamannya. Bagi mereka, teks bukan sebuah warisan yang hanya bermakna saat dijabarkan secara harfiyah, tetapi sebuah proses pemaknaan yang amat mengandalkan subjek sebagai perespons dan konteks sosial yang melingkupinya. Pemahaman ini secara lebih menarik dijelaskan oleh T.Eagleton dalam Literary Theory An Introduction (1983) bahwa krisis ideologi Eropa, akibat pemikiran positivisme-ilmiah,dilihat sebagai latarbelakangnya. Disana, kondisi subjek tidak terlalu diberi tempat. Padahal, dalam beberapa keadaan, tidak sedikit perubahan sosial yang selain sulit dijelaskan, juga sulit dipahami karna tidak mengikuti kaidah ilmiah. GB Madison dalam The Hermeneutics of Postmodernity: Figures and Themes (1988) mengemukakan, karya-karya besar dalam sejarah tidak bisa dipagari oleh interpretasi definitive. Ia harus menjadi kajian terbuka yang memungkinkan interpretasi tanpa henti. Jadi pemahaman yang kontekstual lebih bermakna dengan melibatkan subjek dalam menyelami pandangan-pandangan dunia.
Salah satu tokoh aliran ini adalah Abu Zayd, ia menawarkan hermeneutika demokratis untuk memahami teks, yang dalam hermeneutika, teks dapat dipahami dengan memberikan penghargaan yang besar terhadap sisi kemanusiaan pembaca dalam berdialektik dengan tuntutan kontemporer.
C. Pengertian Tafsir
Tafsir berasal dari bahasa arab, fassara, yufassiru, tafsiiran yang artinya penjelasan, pemahaman, dan perincian. Pendapat lain mengatakan bahwa , tafsir yang setimbangan taf’il, diambil dari kata al-fasr yang berarti al-bayan (penjelasan) dan al-kasyaf yang berarti membuka atau menyingkap.
Secara istilah, ilmu tafsir, menurut Abu Hayan, ialah’’ ilmu yang membahas cara menghafalkan lafad-lafad al-Qur’an serta menerangkan makna yang dimaksudnya sesuai dengan dilalah (petunjuk) yang zhahir sebatas kemampuan manusia’’. Oleh karna itu, ilmu tafsir berusaha mencoba menjelaskan kehendak Allah dalam batas kemampuan para mufasir. Al-jurjani mengatakan bahwa tafsir adalah ‘’menjelaskan makna ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya, baik konteks historisnya maupun sebab al-nuzulnya, dengan menggunakan ungkapan atau keterangan yang dapat menunjuk kepada makna yang dikehendaki secara terang dan jelas’’. Sementara itu, Imam Al-Zarqani mengatakan bahwa tafsir adalah ‘’ilmu yang membahas kandungan al-Qur’an baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai yang dikehendaki oleh Allah, menurut kadar kesanggupan manusia’’. Selanjutnya Az-Zarkasyi megatakan bahwa tafsir adalah ‘’ilmu yang fungsinya untuk mengetahui kandungan kitabulloh ( al-Qur’an) yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw., dengan cara mengambil penjelasan maknanya, hukum serta hikmah yang terkandung di dalamnya’’.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tafsir berfungsi menjelaskan segala yang disyari’atkan oleh Allah kepada manusia untuk ditaati dan dilaksanakan karena mengandung hukum di dalamnya..
D. Tafsir sebagai Studi Hermeneutik
Walaupun hermeneutik merupakan sesuatu yang problematik dan polemis, tetapi tetap menjadi topik yang menarik dan dijadikan sebagai sebuah pendekatan untuk memahami teks-teks suci. Karya Muhammad Syharur, al-Kitab wa al-Qiraah: Qiraah Mu’ashirah (diterjemahkan oleh Sahiron Syamsuddin menjadi Prinsip dan Dasar Hermeneutika Al-quran Kontemporer, (Yogyakarta: elSAQ Press,2004) membuktikan kecendrungannya menggunakan pendekatan hermeneutika sebagai pisau analisis mengkaji sumber ajaran islam, yakni Al-quran. Dan menurut Nasr Hamid Abu Zaid dalam artikelnya’’The Simple Task: The Complicated Theory (A Commentary on Muhammad Shahrour’s Project)’’ yang secara khusus ditulis sebagai pengantar karya Muhammad Syahrur, ‘’al-Kitab wa al-Qiraah muahashirah’’, bagaimana pun keadaan menuntut seruan mengkaji kembali Al-Quran dan As-Sunnah, menafsirkan kembali secara tepat dengan cara atau metode non-tradisional yaitu dengaan cara menentukan struktur dan membatasi pendekatan masalahnya.
Oleh karna itu,disiplin ilmu yang pertama yang banyak menggunakan hermeneutik adalah ilmu tafsir kitab suci. Sebab semua yang bersumber dari ilahi seperti al-Quran, supaya dapat dipahami dan dimengerti, maka diperlukan interpretasi atau hermeneutik agar tidak salah dalam memahami dan mengamalkannya.
E. Perbedaan antara Tafsir dan Hermeneutik
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hermeneutik berasal dari bahasa Yunani yang berkaitan dengan sejarah dewa Hermes yang bertugas menerjemahkan pesan-pesan dari dewa gunung ke bahasa yang dapat dimengerti manusia. Hermeneutika pernah berjaya dalam menafsirkan Bibel (kitab suci umat Kristen). Dan memang suatu hal yang tidak aneh jika hermeneutika berhasil diterapkan pada Bibel, atau bahkan mungkin Bibel memerlukannya. Karena menurut penelitian para Kristolog, kitab Bibel yang tidak lagi ditulis dengan bahasa aslinya itu ditulis oleh banyak pengarang dengan versi yang berbeda-beda. Dan perbedaan antara yang satu dengan yang lain pun sangat signifikan. Bahkan masing-masing Bibel seakan berlomba dalam menambah atau mengurangi antara satu dengan lainnya. (Untuk lebih jelas, baca buku Dokumen Pemalsuan Alkitab karangan Molya di Samuel AM, Victory Press-Surabaya, 2002).
Sedangkan tafsir berasal dari bahasa arab yang artinya penjelasan. Penjelasan terhadap kandungan ayat-ayat al-Qur‘an yang merupakan kalamullah, (firman Allah). Al-Qur‘an tidak dikarang oleh manusia, dan sampai hari ini Al-Qur‘an akan tetap ditulis dan dibaca menurut bahasa aslinya. Berbeda dengan hermeneutik yang objek kajiannya adalah kitab suci nasarani yang telah diubah-ubah oleh pemeluknya sendiri.
F. Tipologi Tafsir
Tipologi atau macam-macam tafsir yang berkembang dalam tradisi intelektual islam dan cukup populer yaitu:
1) Tafsir tahlili
Tafsir tahlili(disebut juga tafsir tajzi’iy oleh Baqir al-Shadr), yaitu satu metode tafsir yang mufasirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana yang tercantum di dalam mushaf.
Jadi mufasir pertama-tama menjelaskan kosa kata, lalu asbab al- nuzul, munasabat, dan lain-lain yang berhubungan teks atau kandungan ayat, lalu memberikan penjelasan final mengenai isi dan maksud ayat al-Qur’an tersebut. Contoh tafsir ini adalah tafsir al- Kasysyaf karangan al-Zamakhsyari.
2) Tafsir ijmali
Tafsir ijmali disebut juga dengan tafsir secara global, yaitu cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan menunjukkan kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global. Dalam prakteknya tafsir ini sering terintegrasi dengan tafsir tahlili, karna itu tafsir ini seringkali tidak dibahas secara sendiri. Dengan metode ini mufasir cukup menjelaskan kandungan ayat secara garis besar saja.
3) Tafsir muqrin,
Tafsir Muqrin yaitu metode menafsiran kitab suci dengan cara membandingkan ayat pendekatan ayat lainnya yang memiliki kemiripan redaksi, baik dalam kasus yang sama atau beda. Metode ini juga bisa berarti membandingkan ayat pendekatan dengan hadis, hadis dengan hadis atau pendapat para ulama tafsir.
4) Tafsir maudhu’i
Tafsir Maudu’i atau yang disebut juga tafsir tematik, yaitu cara penafsiran kitab suci dengan cara menghimpunkan ayat-ayat pendekatan dari berbagai surat yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang ditetapkan sebelumnya. Atau dengan cara mengangkat gagasan dasar pendekatan yang merespons teme-tema abadi yang menjadi keprihatinan manusia sepanjang sejarah.
Pendapat lain mengatakan bahwa dari keterlibatan akal, tafsir terbagi menjadi dua, yaitu tafsir riwayah dan tafsir dirayah.
a. Tafsir Riwayah
Tafsir riwayat sering juga disebut dengan istilah tafsir naql atau tafsir ma'tsur. Corak penafsiran ini bersumber pada penafsiran rasululloh, penafsiran sahabat, dan penafsiran tabi’in. Cara penafsiran jenis ini bisa dengan menafsirkan ayat al-Quran dengan ayat al-Quran lain yang sesuai, maupun menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan nash dari as-Sunnah. Karena salah satu fungsi as-Sunnah adalah menafsirkan al-Quran. Contoh tafsir ini adalah Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya al-Thabari.
b. Tafsir Dirayah
Tafsir dirayah disebut juga tafsir bi ra'yi. Tafsir dirayah adalah tafsir dengan cara berijtihad yang didasarkan pada dalil-dalil yang shahih. Tafsir dirayah inilah yang terbagi menjadi tafsir tahlili, ijmali, muqrin dan maudhu’i.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari urian di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Hermeneutik berasal dari bahasa Yunani ‘’hermeneuein’’ yang berarti menafsirkan, dan kata bendanya’’ hermeneia’’ yang berarti penafsiran atau interpretasi.
2. Aliran-aliran hermeneutic secara umum terbagi menjadi dua yaitu: aliran objektivitas dan subjektivitas.
3. Tafsir berasal dari bahasa arab’’ fassara, yufassiru, tafsiiran’’ yang berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian.
4. Tafsir merupakan salah satu studi hermeneutik, karena objek ilmu tafsir adalah al-Qur’an yang merupkan kitab suci, sehingga harus di interpretasi agar sesuai dengan perkembangan zaman.
5. Perbedaan antara tafsir dan hermeneutik adalah tafsir berasal dari bahasa arab yang digunakan untuk menjelaskan kitab suci al-Qur’an yang tidak pernah bisa di ubah oleh manusia, sedangkan hermeneutik barasal dari bahasa Yunani yang pernah berhasil dalam menafsirkan Bibel yang merupakan kitab suci kristiani dan telah diubah-ubah oleh pemeluknya.
6. Tipologi tafsir berdasarkan peranan akal ada dua, yaitu tafsir riwayah dan tafsir dirayah.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim,Atang ABD. 2010. Metodologi Studi Islam, edisi revisi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nata,Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Sahrodi,Jamali. 2008. Metodologi Studi Islam, Bandung: CV.Pustaka Setia.
Sumaryono,E. 2007. Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat,edisi revisi, Yogyakarta: Kanisius.
Tim Penyusunan Studi Islam Iain Ampel Surabaya. 2004. Pengantar Studi Islam, Surabaya: Iain Sunan Ampel Press.
Jumat, 09 Desember 2011
Filsafat Ketuhanan
Assalamu'alaikum Wr. Wb.....?
Bismillahirahan nirahim........
Ketika manusia mulai menyadari akan eksistensi dirinya, maka mulailah terdetik dalam hatinya sendiri tentang keeksistansiannya sebagai manusia, yang mana timbul dari berbagai hal. Yang mana ia selalu cenderung ingin mengetahui berbagai rahasia serta misteri yang silih berganti dalam kehidupannya, melalui kecenderungannya yang selalu ingin mengetahui, maka terdetik dalam dirinya berbagai pertanyaan seperti : Dari mana saya ini ? mengapa saya tiba-tiba ada ? dan siapa yang mengadakan saya ? dari pertanyaan itu maka akan terfikirkan oleh kita dan mempertanyakan tentang siapa penguasa tertinggi alam raya sehingga mampu menciftakan alam ini dengan aturan-aturan yang begitu indah dan rapi. Fitrah manusia ini akan lebih besar ketika seseorang beranjak dewasa, yang mana ia telah mengalami berbagai pengalaman dan misteri-misteri yang ia alami dalam kehdupan ini. Sehingga tersirat dalam dirinya siapa penguasa dibalik misteri serta iradah ini.
Untuk memenuhi fitrahnya tersebut bukan saja naluri yang berjalan tetapi otak dan logika manusia pun mulai bermain, untuk mengetahui tentang adanya Tuhan. Maka untuk memenuhi fitrahnya itu manusia mulai mencari dan merindukan Tuhan. Dan manusia mulai melakukan berbagai usaha dari yang dangkal berupa perasaan sampai ketingkat yang lebih tinggi yaitu menggunakan akal ( Filsafat ). Kekuatan fitrah ini tidak dapat dihapuskan, karena hal tersebut merupakan cara memanifestasikan fitrahnya tersebut.
Sebelum kita membahas tentang Filsafat ketuhanan alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu akan makna atau pengertian dari Filsafat tersebut. Adapun pengertian filsafat sebagaimana telah kita ketahui bahwa kata filsafat adalah bentuk kata arab yang bersala dari bahasa yunani “Philosophia” yang merupakan kata majemuk “ Philo” berarti Suka atau cinta, dan Sophia berarti kebijaksanaan. Jadi dapat kita simpulkan arti filsafat menurut namanya adalah cinta kepada kebijaksanaan. Kata filsafat dapat kita temukan dalam Al-qur’an dengan istilah Hikam dan Hukama yang artinya maha bijaksana, bahkan kata hikam berulang kali disebutkan dalam Al-Qur’an, dan hikmah itu diperoleh dari Tuhan.
Sesuai dengan tabiatnya yang cenderung ingin mengetahui segala sesuatu yang “ada” dan yang “mungkin ada” menurut akal fikirannya. Atas dasar tersebut maka manusia mulai mencari cara untuk mencapai kepada suatu kebenaran yaitu dengan cara berfilsafat yang berobjek “ MUTLAK ADA” yaitu sesuatu yang ada secara mutlak , yakni zat yang wajib adanya, tidak tergantung kepada sesuatupun juga, yang adanya tidak ada permulaannya dan tidak ada penghabisannya ia harus terus menerus ada, karena adanya dengan pasti, ia merupakan asal adanya segala sesuatu, yaitu Tuhan dalam bahasa yunani “Odicea” dan dalam bahasa arab “Illahu” atau “Allah”.
Hakikat persoalan pencarian dan penyelidikan tuhan ini sebenarnya telah ada semenjak manusia ada di permukaan bumi ini. Salah satunya adalah nabi kita Nabi Ibrahim yang mana beliau berusaha untuk mengenal dan mengetahui siapa penguasa alam semesta ini, dan siapa Tuhan alam ini.
Suatu nikmat yang amat besar, yang ada pada diri manusia yang mana dengannya membuat manusia lebih tinggi derajatnya atau melebihi dari makhluk lainnya yaitu akal fikiran, yang mana dengan akal fikiran ini manusia bisa memenuhi fitrahnya atau tabi’atnya. Dengan akal ini manusia berusaha untuk mengetahui eksistensi yang ghaib, yang mana akal selalu mencoba mengkaji dan mengambil kepastian dan kebenaran.
Untuk mencapai tujuan dalam mencari kebenaran akan adanya dan ke-Esaannya Tuhan, maka kita harus memiliki suatu metode berfikir yang mana untuk memudahkan dalam menemukan apa yang di tuju secara tepat dan cepat, yaitu dengan menggunakan “ logika dan dialektika” , yang mana logika adalah bagian dari filsafat yang mengajarka cara berfikir dengan benar, dan logika tidak menunjukan apa yang harus difikirkan, melainkan bagaimana tata cara berfikir.
Adapun hukum akal dalam menentukan suatu hal itu di bagi tiga hukum :
1) Wajib
2) Mungkin
3) Mustahil
Dalam filsafat ketuhanan ini kita menggunakan hukum akal yang “wajib” dan hukum akal yang “mungkin”, karena katagori mustahil tidak bisa mungkin terjadi wujudnya. Dan selanjutnya kita masuk kedalam hukum akal yang “mungkin” dengan contoh adanya suatu zat, maka adanya zat tersebut mesti dengan adanya suatu penyebab, dan zat tersebut tidak mungkin “tidak ada” kecuali dengan suatu sebab. Dan sesuatu yang wujud dari hukum akal “mungkin” maka ia termasuk zat yang baru, karena telah pasti bahwa dia tidak bisa wujud (ada) kecuali dengan suatu sebab, jadi makhluk atau alam ini termasuk manusia, hewan, tumbuhan, jika kita perhatikan termasuk dalam katagori “mungkin” karena ia terlebih dahulu tidak ada lalu ada dan kemungkinan lenyap (tidak ada).
Dari pernyataan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa, dibalik makhluk yang berkatagori “mungkin” itu pasti ada yang wajib sebagai penyebab terjadinya barang yang mungkin, dan atas kehendak yang “wajib” inilah yang mungkin itu ada. Dan zat yang wajib itulah sebagai pangkal penyebab yang paling pertama.
Adapun cara untuk mengetahui akan adanya tuhan dengan cara berdialektika yaitu dengan cara memperhatikan alam sekitar kita, jika kita memandang kepada keadaan alam beserta isinya, maka kita akan melihat adanya tata-tertib dan hukum-hukum yang berlaku secara pasti. Tata-tertib tersebut dapat kita lihat dalam diri manusia, hewan, tumbuhan sampai kepada benda yang ada dilangit seperti : bulan, bintang, matahari, yang mana dengan tertibnya perjalanan mereka sesuai dengan porosnya, dan tidak berlawanan satu-sama lain. atas dasar tersebut maka pasti wajib ada pengatur yang berdiri diluar alam dan benda-benda tersebut, karena mustahil alam bisa mengatur dirinya sendiri. Dan pengatur itulah yang kita kenal sebagai “Tuhan”.
Dan banyak sekali ilmuan yang meyakini akan adanya Tuhan, baik ilmuwan barat maupun yang lainnya. Adapun pendapat ilmuan akan adanya tuhan sebagai berikut :
1. Plato
Plato sebagai ilmuwan dan filosof. Ia mengatakan bahwa alam ini mempunyai pembuat yang amat indah. Pembuat ini bersifat azaly, wajib ada zatnya dan pembuat itu mengetahui segala keadaan. Dan dalam kitab undang-undang Plato, menyebutkan bahwa “ada beberapa perkara yang tidak pantas bagi manusia tidak mengetahuinya : manusia itu mempunyai tuhan, yang membuatnya. Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat oleh sesuatu”.
2. Melissos
Melissos adalah seorang filosof yang hidup pada abad kelima sebelum masehi. Dia mengemukakan pendapatnya, tentang adanya Tuhan yang maha Esa, “ yang ada, selalu ada, dan akan tetap ada”. Oleh karena itu yang ada mestilah kekal dan tidak berubah-rubah. Sebab kalau mengalami perubahan berarti sama dengan hal yang baru, dan yang baru itu mesti mengalami terjadi dan hilang. Sedangkan yang ada itu harus baqo (kekal).
3. Ibnu Sina
Ibnu Sina adalah ahli kedokteran dan ahli filsafat pada zaman pertengahan. Dalam mencari kebenaran tuhan dia sangat mengedepankan logika, yang menurut beliau fikiran adalah merupakan suatu jalan pengetahuan yang diberikan dengan suatu aturan yang teratur untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui
Menurut Ibnu Sina ada 3 katagori dalam menilai sesuatu yang ada :
Penting dalam dirinya sendiri, yang tidak perlu kepada sebab lain untuk kejadiannya selain dirinya sendiri (tuhan)
Yang berkehendak kepada yang lain, yaitu makhluk yang butuh kepada yang menjadikannya.
Makhluk mungkin, yaitu bisa ada dan bisa tidak ada, dan dia sendiri tidak butuh kepada kejadiannya, seperti benda-benda yang tidak berakal.
Dan banyak lagi ilmuwan yang menetapkan akan adanya tuhan, zat yang maha kuasa. Seperti ilmuwan, Socrates, Al-kindy, Sir Isaac Newton, Thomas Aquino, Herbert Spencer, Clark, A. Hasan dan lain-lain.
Dan hampir semua ilmuwan mengakui akan adanya Tuhan. Walaupun mereka menempuh jalan yang berbeda, akan tetapi akhirnya mereka sampai ketempat atau tujuan yang sama, dan penyimpulan yang sama : Tuhan itu ada dan maha Esa.
Setelah kita membahas tentang filsafat ketuhanan atau adanya Tuhan. Maka dari ilmu tersebut kita dapat mengambil beberapa hikmah :
Pembuktian adanya Tuhan
Mengetahui jalan fikiran para filosof
Mengetahui kebathilan atheisme dan syirik
Menghindari taqlid buta
Memperoleh ketaqwaan dan ketenangan hati
Sebagai penunjang keagamaan kita.
Pada dasarnya dalam pencarian tuhan ini. Allah sendiri telah memperkenalkan dirinya melalui wahyu. Dan manusia mencari kebenaran atau tuhan dengan cara berfilsafat. Kepastian adanya tuhan sama saja dengan kepastian 3+2=5.
Kalau seseorang telah meyakini akan adanya Tuhan maka jangan ditanyakan lagi siapa yang menyebabkan adanya zat yang “wajib”( tuhan) itu. Karena kalau yang “wajib" itu masih disebabkan adanya oleh zat yang lain maka dia bukan lagi termasuk kedalam katagori “wajib”, melainkan kedalam katagori “mungkin”.
Bismillahirahan nirahim........
Ketika manusia mulai menyadari akan eksistensi dirinya, maka mulailah terdetik dalam hatinya sendiri tentang keeksistansiannya sebagai manusia, yang mana timbul dari berbagai hal. Yang mana ia selalu cenderung ingin mengetahui berbagai rahasia serta misteri yang silih berganti dalam kehidupannya, melalui kecenderungannya yang selalu ingin mengetahui, maka terdetik dalam dirinya berbagai pertanyaan seperti : Dari mana saya ini ? mengapa saya tiba-tiba ada ? dan siapa yang mengadakan saya ? dari pertanyaan itu maka akan terfikirkan oleh kita dan mempertanyakan tentang siapa penguasa tertinggi alam raya sehingga mampu menciftakan alam ini dengan aturan-aturan yang begitu indah dan rapi. Fitrah manusia ini akan lebih besar ketika seseorang beranjak dewasa, yang mana ia telah mengalami berbagai pengalaman dan misteri-misteri yang ia alami dalam kehdupan ini. Sehingga tersirat dalam dirinya siapa penguasa dibalik misteri serta iradah ini.
Untuk memenuhi fitrahnya tersebut bukan saja naluri yang berjalan tetapi otak dan logika manusia pun mulai bermain, untuk mengetahui tentang adanya Tuhan. Maka untuk memenuhi fitrahnya itu manusia mulai mencari dan merindukan Tuhan. Dan manusia mulai melakukan berbagai usaha dari yang dangkal berupa perasaan sampai ketingkat yang lebih tinggi yaitu menggunakan akal ( Filsafat ). Kekuatan fitrah ini tidak dapat dihapuskan, karena hal tersebut merupakan cara memanifestasikan fitrahnya tersebut.
Sebelum kita membahas tentang Filsafat ketuhanan alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu akan makna atau pengertian dari Filsafat tersebut. Adapun pengertian filsafat sebagaimana telah kita ketahui bahwa kata filsafat adalah bentuk kata arab yang bersala dari bahasa yunani “Philosophia” yang merupakan kata majemuk “ Philo” berarti Suka atau cinta, dan Sophia berarti kebijaksanaan. Jadi dapat kita simpulkan arti filsafat menurut namanya adalah cinta kepada kebijaksanaan. Kata filsafat dapat kita temukan dalam Al-qur’an dengan istilah Hikam dan Hukama yang artinya maha bijaksana, bahkan kata hikam berulang kali disebutkan dalam Al-Qur’an, dan hikmah itu diperoleh dari Tuhan.
Sesuai dengan tabiatnya yang cenderung ingin mengetahui segala sesuatu yang “ada” dan yang “mungkin ada” menurut akal fikirannya. Atas dasar tersebut maka manusia mulai mencari cara untuk mencapai kepada suatu kebenaran yaitu dengan cara berfilsafat yang berobjek “ MUTLAK ADA” yaitu sesuatu yang ada secara mutlak , yakni zat yang wajib adanya, tidak tergantung kepada sesuatupun juga, yang adanya tidak ada permulaannya dan tidak ada penghabisannya ia harus terus menerus ada, karena adanya dengan pasti, ia merupakan asal adanya segala sesuatu, yaitu Tuhan dalam bahasa yunani “Odicea” dan dalam bahasa arab “Illahu” atau “Allah”.
Hakikat persoalan pencarian dan penyelidikan tuhan ini sebenarnya telah ada semenjak manusia ada di permukaan bumi ini. Salah satunya adalah nabi kita Nabi Ibrahim yang mana beliau berusaha untuk mengenal dan mengetahui siapa penguasa alam semesta ini, dan siapa Tuhan alam ini.
Suatu nikmat yang amat besar, yang ada pada diri manusia yang mana dengannya membuat manusia lebih tinggi derajatnya atau melebihi dari makhluk lainnya yaitu akal fikiran, yang mana dengan akal fikiran ini manusia bisa memenuhi fitrahnya atau tabi’atnya. Dengan akal ini manusia berusaha untuk mengetahui eksistensi yang ghaib, yang mana akal selalu mencoba mengkaji dan mengambil kepastian dan kebenaran.
Untuk mencapai tujuan dalam mencari kebenaran akan adanya dan ke-Esaannya Tuhan, maka kita harus memiliki suatu metode berfikir yang mana untuk memudahkan dalam menemukan apa yang di tuju secara tepat dan cepat, yaitu dengan menggunakan “ logika dan dialektika” , yang mana logika adalah bagian dari filsafat yang mengajarka cara berfikir dengan benar, dan logika tidak menunjukan apa yang harus difikirkan, melainkan bagaimana tata cara berfikir.
Adapun hukum akal dalam menentukan suatu hal itu di bagi tiga hukum :
1) Wajib
2) Mungkin
3) Mustahil
Dalam filsafat ketuhanan ini kita menggunakan hukum akal yang “wajib” dan hukum akal yang “mungkin”, karena katagori mustahil tidak bisa mungkin terjadi wujudnya. Dan selanjutnya kita masuk kedalam hukum akal yang “mungkin” dengan contoh adanya suatu zat, maka adanya zat tersebut mesti dengan adanya suatu penyebab, dan zat tersebut tidak mungkin “tidak ada” kecuali dengan suatu sebab. Dan sesuatu yang wujud dari hukum akal “mungkin” maka ia termasuk zat yang baru, karena telah pasti bahwa dia tidak bisa wujud (ada) kecuali dengan suatu sebab, jadi makhluk atau alam ini termasuk manusia, hewan, tumbuhan, jika kita perhatikan termasuk dalam katagori “mungkin” karena ia terlebih dahulu tidak ada lalu ada dan kemungkinan lenyap (tidak ada).
Dari pernyataan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa, dibalik makhluk yang berkatagori “mungkin” itu pasti ada yang wajib sebagai penyebab terjadinya barang yang mungkin, dan atas kehendak yang “wajib” inilah yang mungkin itu ada. Dan zat yang wajib itulah sebagai pangkal penyebab yang paling pertama.
Adapun cara untuk mengetahui akan adanya tuhan dengan cara berdialektika yaitu dengan cara memperhatikan alam sekitar kita, jika kita memandang kepada keadaan alam beserta isinya, maka kita akan melihat adanya tata-tertib dan hukum-hukum yang berlaku secara pasti. Tata-tertib tersebut dapat kita lihat dalam diri manusia, hewan, tumbuhan sampai kepada benda yang ada dilangit seperti : bulan, bintang, matahari, yang mana dengan tertibnya perjalanan mereka sesuai dengan porosnya, dan tidak berlawanan satu-sama lain. atas dasar tersebut maka pasti wajib ada pengatur yang berdiri diluar alam dan benda-benda tersebut, karena mustahil alam bisa mengatur dirinya sendiri. Dan pengatur itulah yang kita kenal sebagai “Tuhan”.
Dan banyak sekali ilmuan yang meyakini akan adanya Tuhan, baik ilmuwan barat maupun yang lainnya. Adapun pendapat ilmuan akan adanya tuhan sebagai berikut :
1. Plato
Plato sebagai ilmuwan dan filosof. Ia mengatakan bahwa alam ini mempunyai pembuat yang amat indah. Pembuat ini bersifat azaly, wajib ada zatnya dan pembuat itu mengetahui segala keadaan. Dan dalam kitab undang-undang Plato, menyebutkan bahwa “ada beberapa perkara yang tidak pantas bagi manusia tidak mengetahuinya : manusia itu mempunyai tuhan, yang membuatnya. Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat oleh sesuatu”.
2. Melissos
Melissos adalah seorang filosof yang hidup pada abad kelima sebelum masehi. Dia mengemukakan pendapatnya, tentang adanya Tuhan yang maha Esa, “ yang ada, selalu ada, dan akan tetap ada”. Oleh karena itu yang ada mestilah kekal dan tidak berubah-rubah. Sebab kalau mengalami perubahan berarti sama dengan hal yang baru, dan yang baru itu mesti mengalami terjadi dan hilang. Sedangkan yang ada itu harus baqo (kekal).
3. Ibnu Sina
Ibnu Sina adalah ahli kedokteran dan ahli filsafat pada zaman pertengahan. Dalam mencari kebenaran tuhan dia sangat mengedepankan logika, yang menurut beliau fikiran adalah merupakan suatu jalan pengetahuan yang diberikan dengan suatu aturan yang teratur untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui
Menurut Ibnu Sina ada 3 katagori dalam menilai sesuatu yang ada :
Penting dalam dirinya sendiri, yang tidak perlu kepada sebab lain untuk kejadiannya selain dirinya sendiri (tuhan)
Yang berkehendak kepada yang lain, yaitu makhluk yang butuh kepada yang menjadikannya.
Makhluk mungkin, yaitu bisa ada dan bisa tidak ada, dan dia sendiri tidak butuh kepada kejadiannya, seperti benda-benda yang tidak berakal.
Dan banyak lagi ilmuwan yang menetapkan akan adanya tuhan, zat yang maha kuasa. Seperti ilmuwan, Socrates, Al-kindy, Sir Isaac Newton, Thomas Aquino, Herbert Spencer, Clark, A. Hasan dan lain-lain.
Dan hampir semua ilmuwan mengakui akan adanya Tuhan. Walaupun mereka menempuh jalan yang berbeda, akan tetapi akhirnya mereka sampai ketempat atau tujuan yang sama, dan penyimpulan yang sama : Tuhan itu ada dan maha Esa.
Setelah kita membahas tentang filsafat ketuhanan atau adanya Tuhan. Maka dari ilmu tersebut kita dapat mengambil beberapa hikmah :
Pembuktian adanya Tuhan
Mengetahui jalan fikiran para filosof
Mengetahui kebathilan atheisme dan syirik
Menghindari taqlid buta
Memperoleh ketaqwaan dan ketenangan hati
Sebagai penunjang keagamaan kita.
Pada dasarnya dalam pencarian tuhan ini. Allah sendiri telah memperkenalkan dirinya melalui wahyu. Dan manusia mencari kebenaran atau tuhan dengan cara berfilsafat. Kepastian adanya tuhan sama saja dengan kepastian 3+2=5.
Kalau seseorang telah meyakini akan adanya Tuhan maka jangan ditanyakan lagi siapa yang menyebabkan adanya zat yang “wajib”( tuhan) itu. Karena kalau yang “wajib" itu masih disebabkan adanya oleh zat yang lain maka dia bukan lagi termasuk kedalam katagori “wajib”, melainkan kedalam katagori “mungkin”.
Kamis, 08 Desember 2011
Pemikiran Jalaluddin Rumi
Bismillahirahmanirahiim
Pemikiran jalaludin rumi yang saya dapat dari filsafat tasawuf ialah beliau lebih tendensi akan ma’rifah dan cinta. Dan beliau sebagai seorang sufi yang dipenuhi oleh kemabukan mistik (dzawuq) dan jiwanya yang memancarkan cinta ilahi dapat membawanya kejalan ma’rifah.
Menurut rumi perubahan bisa terjadi apabila seseorang mendapat pencerahan. Untuk mendapatkan pencerahan tersebut, seseorang harus bersedia menempuh jalan cinta. Yang mana dalam diri manusia terdapat tenaga tersembunyi, yang jika digunakan secra benar, akan membuat seseorang bahagia, bebas dari kungkungan dunia, dan memiliki pengetahuan luas tentang tuhan dan manusia, tenaga tersebut disebut ‘Isyq-ilahi (cinta alahi). Tujuan mistisisme cinta rumi ialah melakukan perjalanan rohani menuju diri haqiqi dan kebakaan, dimana ”yang satu” bersemayam. Ia berpendapat bahwa apabila seseorang ingin memhami kehidupan dan asau-usul ketuhanan dari dirinya, dapat ditempuh dengan jalan cinta bukan semata-mata dengan jalan pengetahuan. Karena cinta merupakan asas penciftaan alam semesta dan kehidupan, dan merupakan keinginan yang kuat untuk mencapai seswtu, untk mnjelmakan diri. Dengan menciftakan sgla swtu d bumi, Tuhan ingin memperkenalkan haqiqat diri-Nya. dan cinta merupakan rahasia ketuhanan dan rahasia penciptaan. mnrt rumi cinta sejati dapat mmbwa ssrang mngenal alam hakiki yg trsmbunyi dalm bntuk-bntuk lahiriyyah kehdupan. Dan rumi yakin bahwa pengalaman mistik dpt mmbersihkan penglihatan qalbu, seiring dngan itu maka qalbu dpat menyaksikan bahwa wujud hakiki adlah satu, sdangkan wjud yng lain adlh nisbi.dan dlam penglman kesufian hal yang nisbi itu akan sirna tercampak oleh cinta dan kepanaan. Melalui pernyataan Rumi tersbut dpt sya simpulkan bahwa tujuan yang ingin dicapai para sufi melalui jalan cinta ialah mengenal tuhan sebgai wujud haqiqi yg meliputi smua wujud, dan inilah yng disbut ma’rifah.
Untuk lbih mengetahui akan gagasan tasawuf rumi. Dapat kita lihat dari karya2 bliau melalui puisi, prosa puisi, khatbah, dan dialog. Diantara yg mshur ialah: Diwan-I Shamsi Tabriz, Matsnawi-I Ma’nawi, Ruba’iyyat, Fihi Ma Fihi, Makatib, dan majalis-I Sab’ah.
wasallam....
Pemikiran jalaludin rumi yang saya dapat dari filsafat tasawuf ialah beliau lebih tendensi akan ma’rifah dan cinta. Dan beliau sebagai seorang sufi yang dipenuhi oleh kemabukan mistik (dzawuq) dan jiwanya yang memancarkan cinta ilahi dapat membawanya kejalan ma’rifah.
Menurut rumi perubahan bisa terjadi apabila seseorang mendapat pencerahan. Untuk mendapatkan pencerahan tersebut, seseorang harus bersedia menempuh jalan cinta. Yang mana dalam diri manusia terdapat tenaga tersembunyi, yang jika digunakan secra benar, akan membuat seseorang bahagia, bebas dari kungkungan dunia, dan memiliki pengetahuan luas tentang tuhan dan manusia, tenaga tersebut disebut ‘Isyq-ilahi (cinta alahi). Tujuan mistisisme cinta rumi ialah melakukan perjalanan rohani menuju diri haqiqi dan kebakaan, dimana ”yang satu” bersemayam. Ia berpendapat bahwa apabila seseorang ingin memhami kehidupan dan asau-usul ketuhanan dari dirinya, dapat ditempuh dengan jalan cinta bukan semata-mata dengan jalan pengetahuan. Karena cinta merupakan asas penciftaan alam semesta dan kehidupan, dan merupakan keinginan yang kuat untuk mencapai seswtu, untk mnjelmakan diri. Dengan menciftakan sgla swtu d bumi, Tuhan ingin memperkenalkan haqiqat diri-Nya. dan cinta merupakan rahasia ketuhanan dan rahasia penciptaan. mnrt rumi cinta sejati dapat mmbwa ssrang mngenal alam hakiki yg trsmbunyi dalm bntuk-bntuk lahiriyyah kehdupan. Dan rumi yakin bahwa pengalaman mistik dpt mmbersihkan penglihatan qalbu, seiring dngan itu maka qalbu dpat menyaksikan bahwa wujud hakiki adlah satu, sdangkan wjud yng lain adlh nisbi.dan dlam penglman kesufian hal yang nisbi itu akan sirna tercampak oleh cinta dan kepanaan. Melalui pernyataan Rumi tersbut dpt sya simpulkan bahwa tujuan yang ingin dicapai para sufi melalui jalan cinta ialah mengenal tuhan sebgai wujud haqiqi yg meliputi smua wujud, dan inilah yng disbut ma’rifah.
Untuk lbih mengetahui akan gagasan tasawuf rumi. Dapat kita lihat dari karya2 bliau melalui puisi, prosa puisi, khatbah, dan dialog. Diantara yg mshur ialah: Diwan-I Shamsi Tabriz, Matsnawi-I Ma’nawi, Ruba’iyyat, Fihi Ma Fihi, Makatib, dan majalis-I Sab’ah.
wasallam....
Jumat, 18 November 2011
Istilah-Istilah dan Pengertian Perbuatan Pidana
“HUKUM PIDANA 1”
Dosen Pembimbing:
Nafi’ Mubarok, SH., MHI.
Di susun oleh:
Jejen : C51210137
Jurusan Ahwal As-Syakhsiyyah
Fakultas Syari’ah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2011
BAB I
A. PENDAHULUAN
Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara apabila tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat itu. Yang mana peraturan ini dikeluarkan oleh suatu badan yang berkuasa dalam masyarakat, yaitu Pemerintah.
Namun walaupun peraturan-peraturan ini telah dikeluarkan, masih ada saja orang yang melanggar peraturan-peraturan, misalnya dalam hal pencurian yaitu mengambil barang yang dimiliki orang lain dan yang bertentangan dengan hukum. Terhadap orang ini sudah tentu dikenakan hukum yang sesuai dengan perbuatannya yang bertentangan dengan hukum itu.
Hukum adalah sebuah aturan mendasar dalam kehidupan masyarakat yang dengan hukum itulah terciptanya kedamaian ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat. Terciptanya keharmonisan dalam tatanan masyarakat sosial juga tidak terlepas dengan adanya hukum yang mengatur. Dalam hukum dikenal dengan istilah perbuatan pidana.
Perbuatan pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana.Maka dari itu sangatlah penting bagi setiap anggota masyarakat untuk mengetahui yang dimaksud dengan perbuatan pidana. Dengan tujuan supaya setiap individual dari anggota masyarakat selalu mentaati norma-norma (peraturan) yang berlaku di lingkungan wilayah.
B. PERMASALAHAN
Undang-undang pasal 1 berbunyi: “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”.
Dalam rumusan pasal tersebut, itu terkandung asas yang disebut asas legalitas. Dan asas ini, sebagai asas tentang penentuan perbuatan apa sajakah yang dipandang sebagai perbuatan pidana.
Adalah kewajiban pemerintah untuk dengan bijaksana menentukan perbuatan-perbuatan apakah yang akan dipandang sebagai perbuatan pidana. Pada umumnya dalam menentukan ini Pemerintah menyesuaikan dengan perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat.
. Perbuatan pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang konkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat. Adakalanya istilah dalam pengertian hukum telah menjadi istilah dalam kehidupan masyarakat.
Dan dengan diadakannya rumusan perbuatan pidana yang terdapat dalam KUHP khususnya dalam buku II dan buku III dengan maksud agar supaya diketahui dengan jelas perbuatan apa yang dilarang. Untuk mengetahui maksud rumusan tersebut perlu menentukan definisi yang jelas serta unsur-unsur atau syarat-syarat yang terdapat dalam perbuatan pidana itu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. IATILAH-ISTILAH PERBUATAN PIDANA
Dari berbagai literature dapat diketahui, bahwa istilah tindak pidana hakikatnya merupakan istilah yang berasal dari terjemahan kata strafbaarfeit dalam bahasa belanda. Kata strafbaarfeit kemudian diterjemahkan dalam berbagai terjemahan dalam bahasa Indonesia. Beberapa kata yang digunakan untuk menterjemahkan kata strafbaarfeit oleh sarjana-sarjana Indonesia antara lain: Tindak Pidana , Delic, Perbuatan Pidana, Peristiwa Pidana .
Sementara dalam berbagai perundang-undangan sendiri digunakan berbagai istilah untuk menunjuk pada pengertian kata strafbaarfeit. Beberapa istilah yang digunakan dalam perundang-undangan tersebut antara lain:
1. Peristiwa pidana, istilah ini antara lain digunakan dalam undang-undang dasar sementara tahun 1950 khususnya dalam pasal 14.
2. Perbuatan pidana, istilah ini digunakan dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan dan acara pengadilan-pengadilan sipil.
3. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, istilah ini digunakan dalam undang-undang darurat Nomor 2 tahun 1951 tentang perubahan ordonantie Tijdelijke Byzondere Strafbepalingen.
4. Hal yang diancam dengan hukum, istilah ini digunakan dalam undang-undang darurat Nomor 16 Tahun 1951 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan.
5. Tindak pidana, istilah ini digunakan dalam berbagai undang-undang misalnya:
a. Undang-undang darurat No 7 tahun 1953 tentang pemilihan umum.
b. Undang-undang darurat No 7 tahun 1953 tentang Pengusutan, penuntutan, dan peradilan tindak pidana ekonomi.
c. Penetapan Presiden No 4 tahun 1964 tentang kewajiban Kerja Bakti dalam Rangka Pemasyarakatan bagi Terpidana karena melakukan tindak pidana yang merupakan kejahatan.
Moeljanto (2008:59) berpendapat bahwa istilah yang paling tepat adalah istilah Perbuatan Pidana, yaitu suatu pengertian yang abstrak yang menunjuk kepada dua keadaan konkret: pertama, adanya kejadian yang tertentu dan, kedua, adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu . Moeljanto yang menggunakan istilah perbuatan pidana sebagai salinan dari kata strafbaarfeit mengatakan, bahwa untuk melihat apakah istilah perbuatan pidana dapat disamakan dengan istilah strafbaarfeit, terlebih dahulu harus diketahui apa arti kata strafbaarfeit itu sendiri. Menurut Simons, strafbaarfeit dapat diartikan sebagai kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. Sementara menurut Van Hammel, strafbaarfeit adalah kelakuan orang yang dirumuskan oleh wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan
Bertolak dari dua pendapat diatas, tersimpul bahwa strafbaarfeit pada dasarnya mengandung pengertian seperti berikut:
a. Bahwa feit dalam strafbaarfeit berarti handeling, kelakuan atau tingkah laku.
b. Bahwa pengertian strafbaarfeit dihubungkan dengan kesalahan orang yang mengadakan kelakuan tersebut.
Dalam pandangan Moeljanto, istilah perbuatan pidana sama pengertiannya dengan istilah criminal act dalam bahasa inggris. Sebab, criminal act juga mengandung arti kelakuan, akibat. Selain itu criminal act juga dipisahkan dari criminal responsibility. Pandangan Moeljanto merupakan pandangan dualistis tentang perbuatan pidana. Maka dengan pemahaman seperti itu, maka menurut moeljanto, untuk adanya pertanggungjawaban pidana tidak cukup hanya dilakukannya perbuatan pidana saja, tapi disamping itu juga harus ada kesalahan.
Sebagaimana telah disebutkan, bahwa Istilah lain dari pada perbuatan pidana adalah peristiwa pidana. Sebagaimana halnya dalam Pasal 14 ayat 1 UUDS dahulu. Dan moeljanto menolak akan penggunaan istilah tersebut, dengan argument, bahwa kurang tepat jika untuk menerangkan pengertian yang abstrak itu dengan istilah ‘peristiwa Pidana” . sebab peristiwa itu adalah pengertian yang konkret, yang hanya menunjukan pada suatu kejadian saja, misalnya matinya orang.
Ada istilah lain yang dipakai dalam hukum pidana, yaitu “tindak pidana”,. Istilah ini lahir dari pihak kementrian kehakiman, sering dipakai dalam perundang-undangan. Meskipun kata ‘tindak” lebih pendek dari pada “perbuatan”. tapi “tindak” tidak menunjuk kepada hal yang abstrak seperti perbuatan yaitu seperti halnya peristiwa yang menjuru pada suatu kejadian.
Sedangkan menurut M.Sudrajat.SH, yang paling tepat dipergunakan adalah istilah “Tindak Pidana” gaya bahasa istilah tersebut selain mengandung istilah yang tepat dan jelas sebagai istilah hukum, juga sangat praktis diucapkan. Selain itu pemerintah dalam berbagai peraturan perundang-undangan memakai istilah “tindak pidana” contohnya peraturan tentang Tindak Pidana Khusus.
Dan menurut Ruslan Shaleh istilah yang paling tepat untuk perbuatan pidana adalah istilah delic. Karena istilah tersebut sering digunakan oleh para sarjana-sarjana hukum. Disamping, para ahli yang menggunakan istilah “perbuatan, tindak, peristiwa”. Mereka juga menggunakan (menyetujui) istilah delic.
B. DEFINISI PERBUATAN PIDANA
Perbuatan pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongrit dalam laporan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana harus diberi arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan untuk dapat lebih mudah dipahami oleh masyarakat.
Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu perlu diingat bahwa larangan ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. Suatu larangan itu ditujukan kepada perbuatan dimana suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh tingkah laku orang itu sendiri. Sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang-orang yang menimbulkanya.
Untuk pengertian perbuatan pidana ini merupakan masalah yang pokok dalam ilmu hukum pidana, maka dari itu banyak sekali para sarjana ahli hukum memberikan pengertian perbuatan pidana. yang telah banyak diciptakan oleh para sarjana antara lain:
a. Simon : perbuatan pidana adalah perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana yang mana oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.
b. VOS: Peristiwa pidana adalah suatu peristiwa yang dinyatakan dapat dipidana oleh Undang-undang.
c. Van Hammel: kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet, bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.
d. Prof. Moeljatno, SH: Perbuatan pidan adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
e. Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro SH : Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hokum pidana.
f. Dr. Chairul Huda, SH, MH: Tindak pidana adalah perbuatan atau serangkain perbuatan yang padanya akan dilekatkan sanksi pidana.
g. J.B. Daliyo, S.H: tindak atau peristiwa pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-unsur perbuatan yang dilarang oleh undang-undang sehingga siapa yang menimbulkan peristiwa itu dapat dikenai sanksi pidana.
Dari definisi yang dikemukakan di atas maka perbuatan itu menurut wujud dan sifat-sifat perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, merugikan masyarakat, bertentangan dengan norma dan menghambat dalam pergaulan masyarakat.
Unsur-unsur perbuatan pidana dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi subjektif dan segi objektif. Dari segi objektif berkaitan dengan tindakan, peristiwa pidana adalah perbuatan yang melawan hukum yang sedang berlaku, akibat perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman. Dari segi subjektif, peristiwa pidana adalah perbuatan yang dilakukan seseorang secara salah, unsur-unsur kesalahan sipelaku itulah yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana. Unsur kesalahan itu timbul dari niat atau kehendak sipelaku. Jadi, akibat dari perbuatan itu telah diketahui bahwa dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan hukuman.
Suatu peristiwa agar supaya dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan pidana harus memenuhi syarat-syarat seperti berikut:
a. Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.
b. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam UU. Pelakunya harus sudah melakukan sesuatu kesalahan dan harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.
c. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum.
d. Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang dilanggar itu mencantumkan sanksinya.
Pembagian perbuatan pidana dalam KUHP terdiri dari “kejahatan” dan “pelanggaran”. Pembentukan Undang-undang membedakan perbuatan atau tindak pidana atas “kejahatan” dan “pelanggaran”, berdasarkan kualifikasi tindak pidana yang sungguh-sungguh dan tindak pidana kurang sungguh-sungguh.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Pada dasarnya (hakikatnya) istilah perbuatan pidana merupakan terjemahan dari kata strafbaarfeitdalam bahasa Belanda. Dan setelah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia banyak para sarjana hukumyang memberikan arti dari kata strafbaarfeittersebut. Adapun istilah terjemahan dari kata strafbaarfeit adalah: tindak pidana, perbuatan pidana, peristiwa pidana, delic.
Dan menurut Moeljanto istilah yang paling tepat untuk menterjemahkan kata strafbaarfeit ialah perbuatan, karena istilah tersebut mempunyai arti yang abstrak. Sedangkan menurut Roeslan Saleh istilah yang paling umum digunakan adalah delic, karena banyak dari para sarjana hukum(termasuk para sarjana yang menggunakan istilah tindak pidana dan perbuatan pidana) yang menggunakan istilah delic.
Adapun masalah definisi dari perbuatan pidana ialah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut.menurut Moeljanto larangan tersebut ditunjukan kepada perbuatan (yaitu suatu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan seseorang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukan kepada orang yang menimbulkan kejadian tersebut.
Tapi tidak semua pelanggaran termasuk kepada perbuatan pidana, karena untuk menentukan suatu perbuatan itu termasuk kedalam perbuatan pidana atau tidak harus diadakan peninjauan melalui terpenuhinya syarat-syarat perbuatan pidana.
DAFTAR PUSTAKA
Tongat. 2008, Dasar-dasar hukum Pidana Indonesia dalam perspektif Pembaharuan. Malang, UMM Press.
Marpaung,Leden. 1997.Tindak Pidana terhadap kehormatan. Jakarta.PT. Raja Grapindo Persada.
Daliyo, J.B. 1997, Pengantar Hukum Indonesia. jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
Moeljanto, 2008, Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta, Rineka Cipta.
Abidin,Zamhari. Pengertian dan Asas Pidana, Jakarta, Djambatan.
Sudrajat, Tindak Pidana tertentu di dalam KUHP. Jakarta, Remadja Karya
Dosen Pembimbing:
Nafi’ Mubarok, SH., MHI.
Di susun oleh:
Jejen : C51210137
Jurusan Ahwal As-Syakhsiyyah
Fakultas Syari’ah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2011
BAB I
A. PENDAHULUAN
Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara apabila tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat itu. Yang mana peraturan ini dikeluarkan oleh suatu badan yang berkuasa dalam masyarakat, yaitu Pemerintah.
Namun walaupun peraturan-peraturan ini telah dikeluarkan, masih ada saja orang yang melanggar peraturan-peraturan, misalnya dalam hal pencurian yaitu mengambil barang yang dimiliki orang lain dan yang bertentangan dengan hukum. Terhadap orang ini sudah tentu dikenakan hukum yang sesuai dengan perbuatannya yang bertentangan dengan hukum itu.
Hukum adalah sebuah aturan mendasar dalam kehidupan masyarakat yang dengan hukum itulah terciptanya kedamaian ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat. Terciptanya keharmonisan dalam tatanan masyarakat sosial juga tidak terlepas dengan adanya hukum yang mengatur. Dalam hukum dikenal dengan istilah perbuatan pidana.
Perbuatan pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana.Maka dari itu sangatlah penting bagi setiap anggota masyarakat untuk mengetahui yang dimaksud dengan perbuatan pidana. Dengan tujuan supaya setiap individual dari anggota masyarakat selalu mentaati norma-norma (peraturan) yang berlaku di lingkungan wilayah.
B. PERMASALAHAN
Undang-undang pasal 1 berbunyi: “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”.
Dalam rumusan pasal tersebut, itu terkandung asas yang disebut asas legalitas. Dan asas ini, sebagai asas tentang penentuan perbuatan apa sajakah yang dipandang sebagai perbuatan pidana.
Adalah kewajiban pemerintah untuk dengan bijaksana menentukan perbuatan-perbuatan apakah yang akan dipandang sebagai perbuatan pidana. Pada umumnya dalam menentukan ini Pemerintah menyesuaikan dengan perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat.
. Perbuatan pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang konkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat. Adakalanya istilah dalam pengertian hukum telah menjadi istilah dalam kehidupan masyarakat.
Dan dengan diadakannya rumusan perbuatan pidana yang terdapat dalam KUHP khususnya dalam buku II dan buku III dengan maksud agar supaya diketahui dengan jelas perbuatan apa yang dilarang. Untuk mengetahui maksud rumusan tersebut perlu menentukan definisi yang jelas serta unsur-unsur atau syarat-syarat yang terdapat dalam perbuatan pidana itu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. IATILAH-ISTILAH PERBUATAN PIDANA
Dari berbagai literature dapat diketahui, bahwa istilah tindak pidana hakikatnya merupakan istilah yang berasal dari terjemahan kata strafbaarfeit dalam bahasa belanda. Kata strafbaarfeit kemudian diterjemahkan dalam berbagai terjemahan dalam bahasa Indonesia. Beberapa kata yang digunakan untuk menterjemahkan kata strafbaarfeit oleh sarjana-sarjana Indonesia antara lain: Tindak Pidana , Delic, Perbuatan Pidana, Peristiwa Pidana .
Sementara dalam berbagai perundang-undangan sendiri digunakan berbagai istilah untuk menunjuk pada pengertian kata strafbaarfeit. Beberapa istilah yang digunakan dalam perundang-undangan tersebut antara lain:
1. Peristiwa pidana, istilah ini antara lain digunakan dalam undang-undang dasar sementara tahun 1950 khususnya dalam pasal 14.
2. Perbuatan pidana, istilah ini digunakan dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan dan acara pengadilan-pengadilan sipil.
3. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, istilah ini digunakan dalam undang-undang darurat Nomor 2 tahun 1951 tentang perubahan ordonantie Tijdelijke Byzondere Strafbepalingen.
4. Hal yang diancam dengan hukum, istilah ini digunakan dalam undang-undang darurat Nomor 16 Tahun 1951 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan.
5. Tindak pidana, istilah ini digunakan dalam berbagai undang-undang misalnya:
a. Undang-undang darurat No 7 tahun 1953 tentang pemilihan umum.
b. Undang-undang darurat No 7 tahun 1953 tentang Pengusutan, penuntutan, dan peradilan tindak pidana ekonomi.
c. Penetapan Presiden No 4 tahun 1964 tentang kewajiban Kerja Bakti dalam Rangka Pemasyarakatan bagi Terpidana karena melakukan tindak pidana yang merupakan kejahatan.
Moeljanto (2008:59) berpendapat bahwa istilah yang paling tepat adalah istilah Perbuatan Pidana, yaitu suatu pengertian yang abstrak yang menunjuk kepada dua keadaan konkret: pertama, adanya kejadian yang tertentu dan, kedua, adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu . Moeljanto yang menggunakan istilah perbuatan pidana sebagai salinan dari kata strafbaarfeit mengatakan, bahwa untuk melihat apakah istilah perbuatan pidana dapat disamakan dengan istilah strafbaarfeit, terlebih dahulu harus diketahui apa arti kata strafbaarfeit itu sendiri. Menurut Simons, strafbaarfeit dapat diartikan sebagai kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. Sementara menurut Van Hammel, strafbaarfeit adalah kelakuan orang yang dirumuskan oleh wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan
Bertolak dari dua pendapat diatas, tersimpul bahwa strafbaarfeit pada dasarnya mengandung pengertian seperti berikut:
a. Bahwa feit dalam strafbaarfeit berarti handeling, kelakuan atau tingkah laku.
b. Bahwa pengertian strafbaarfeit dihubungkan dengan kesalahan orang yang mengadakan kelakuan tersebut.
Dalam pandangan Moeljanto, istilah perbuatan pidana sama pengertiannya dengan istilah criminal act dalam bahasa inggris. Sebab, criminal act juga mengandung arti kelakuan, akibat. Selain itu criminal act juga dipisahkan dari criminal responsibility. Pandangan Moeljanto merupakan pandangan dualistis tentang perbuatan pidana. Maka dengan pemahaman seperti itu, maka menurut moeljanto, untuk adanya pertanggungjawaban pidana tidak cukup hanya dilakukannya perbuatan pidana saja, tapi disamping itu juga harus ada kesalahan.
Sebagaimana telah disebutkan, bahwa Istilah lain dari pada perbuatan pidana adalah peristiwa pidana. Sebagaimana halnya dalam Pasal 14 ayat 1 UUDS dahulu. Dan moeljanto menolak akan penggunaan istilah tersebut, dengan argument, bahwa kurang tepat jika untuk menerangkan pengertian yang abstrak itu dengan istilah ‘peristiwa Pidana” . sebab peristiwa itu adalah pengertian yang konkret, yang hanya menunjukan pada suatu kejadian saja, misalnya matinya orang.
Ada istilah lain yang dipakai dalam hukum pidana, yaitu “tindak pidana”,. Istilah ini lahir dari pihak kementrian kehakiman, sering dipakai dalam perundang-undangan. Meskipun kata ‘tindak” lebih pendek dari pada “perbuatan”. tapi “tindak” tidak menunjuk kepada hal yang abstrak seperti perbuatan yaitu seperti halnya peristiwa yang menjuru pada suatu kejadian.
Sedangkan menurut M.Sudrajat.SH, yang paling tepat dipergunakan adalah istilah “Tindak Pidana” gaya bahasa istilah tersebut selain mengandung istilah yang tepat dan jelas sebagai istilah hukum, juga sangat praktis diucapkan. Selain itu pemerintah dalam berbagai peraturan perundang-undangan memakai istilah “tindak pidana” contohnya peraturan tentang Tindak Pidana Khusus.
Dan menurut Ruslan Shaleh istilah yang paling tepat untuk perbuatan pidana adalah istilah delic. Karena istilah tersebut sering digunakan oleh para sarjana-sarjana hukum. Disamping, para ahli yang menggunakan istilah “perbuatan, tindak, peristiwa”. Mereka juga menggunakan (menyetujui) istilah delic.
B. DEFINISI PERBUATAN PIDANA
Perbuatan pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongrit dalam laporan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana harus diberi arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan untuk dapat lebih mudah dipahami oleh masyarakat.
Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu perlu diingat bahwa larangan ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. Suatu larangan itu ditujukan kepada perbuatan dimana suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh tingkah laku orang itu sendiri. Sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang-orang yang menimbulkanya.
Untuk pengertian perbuatan pidana ini merupakan masalah yang pokok dalam ilmu hukum pidana, maka dari itu banyak sekali para sarjana ahli hukum memberikan pengertian perbuatan pidana. yang telah banyak diciptakan oleh para sarjana antara lain:
a. Simon : perbuatan pidana adalah perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana yang mana oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.
b. VOS: Peristiwa pidana adalah suatu peristiwa yang dinyatakan dapat dipidana oleh Undang-undang.
c. Van Hammel: kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet, bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.
d. Prof. Moeljatno, SH: Perbuatan pidan adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
e. Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro SH : Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hokum pidana.
f. Dr. Chairul Huda, SH, MH: Tindak pidana adalah perbuatan atau serangkain perbuatan yang padanya akan dilekatkan sanksi pidana.
g. J.B. Daliyo, S.H: tindak atau peristiwa pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-unsur perbuatan yang dilarang oleh undang-undang sehingga siapa yang menimbulkan peristiwa itu dapat dikenai sanksi pidana.
Dari definisi yang dikemukakan di atas maka perbuatan itu menurut wujud dan sifat-sifat perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, merugikan masyarakat, bertentangan dengan norma dan menghambat dalam pergaulan masyarakat.
Unsur-unsur perbuatan pidana dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi subjektif dan segi objektif. Dari segi objektif berkaitan dengan tindakan, peristiwa pidana adalah perbuatan yang melawan hukum yang sedang berlaku, akibat perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman. Dari segi subjektif, peristiwa pidana adalah perbuatan yang dilakukan seseorang secara salah, unsur-unsur kesalahan sipelaku itulah yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana. Unsur kesalahan itu timbul dari niat atau kehendak sipelaku. Jadi, akibat dari perbuatan itu telah diketahui bahwa dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan hukuman.
Suatu peristiwa agar supaya dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan pidana harus memenuhi syarat-syarat seperti berikut:
a. Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.
b. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam UU. Pelakunya harus sudah melakukan sesuatu kesalahan dan harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.
c. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum.
d. Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang dilanggar itu mencantumkan sanksinya.
Pembagian perbuatan pidana dalam KUHP terdiri dari “kejahatan” dan “pelanggaran”. Pembentukan Undang-undang membedakan perbuatan atau tindak pidana atas “kejahatan” dan “pelanggaran”, berdasarkan kualifikasi tindak pidana yang sungguh-sungguh dan tindak pidana kurang sungguh-sungguh.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Pada dasarnya (hakikatnya) istilah perbuatan pidana merupakan terjemahan dari kata strafbaarfeitdalam bahasa Belanda. Dan setelah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia banyak para sarjana hukumyang memberikan arti dari kata strafbaarfeittersebut. Adapun istilah terjemahan dari kata strafbaarfeit adalah: tindak pidana, perbuatan pidana, peristiwa pidana, delic.
Dan menurut Moeljanto istilah yang paling tepat untuk menterjemahkan kata strafbaarfeit ialah perbuatan, karena istilah tersebut mempunyai arti yang abstrak. Sedangkan menurut Roeslan Saleh istilah yang paling umum digunakan adalah delic, karena banyak dari para sarjana hukum(termasuk para sarjana yang menggunakan istilah tindak pidana dan perbuatan pidana) yang menggunakan istilah delic.
Adapun masalah definisi dari perbuatan pidana ialah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut.menurut Moeljanto larangan tersebut ditunjukan kepada perbuatan (yaitu suatu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan seseorang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukan kepada orang yang menimbulkan kejadian tersebut.
Tapi tidak semua pelanggaran termasuk kepada perbuatan pidana, karena untuk menentukan suatu perbuatan itu termasuk kedalam perbuatan pidana atau tidak harus diadakan peninjauan melalui terpenuhinya syarat-syarat perbuatan pidana.
DAFTAR PUSTAKA
Tongat. 2008, Dasar-dasar hukum Pidana Indonesia dalam perspektif Pembaharuan. Malang, UMM Press.
Marpaung,Leden. 1997.Tindak Pidana terhadap kehormatan. Jakarta.PT. Raja Grapindo Persada.
Daliyo, J.B. 1997, Pengantar Hukum Indonesia. jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
Moeljanto, 2008, Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta, Rineka Cipta.
Abidin,Zamhari. Pengertian dan Asas Pidana, Jakarta, Djambatan.
Sudrajat, Tindak Pidana tertentu di dalam KUHP. Jakarta, Remadja Karya
Minggu, 31 Juli 2011
Suara Hati
Malam yang sunyi akan bintang, malam yang redup akan cahaya, sekan menemani keluh ku pada malam ini, ku hanya bisa meratapi smua yang telah menimpaku hari-hari ini, walau smua ini menyakitkan bagi Ku, tapi aku hanya bisa menunggu sebuah penantian yang akan merubah semua hal ini, walaupun semua ini ku hadapi akan seorang diri. walau, terkadang terbesit dalam jiwa ini ingin rasanya untuk mengakhiri smua ini, smua hal akan ku lakukan demi melupakan smua kegelapan hidupan ku slama ini.
Tapi bila ku mulai sadar dari smua ini, perih luka jiwa ini semakin dalam kurasakan, ku melihat smua hal ini seakan-akan mematikan hati ku dan terkadang meluluh lantahkan kehinaan jiwa ini.
Wahai angin malam bawalah keluh Ku bersamamu, bawalah ia ke lintasan awan, dan buanglah ia dari memory ingatan ku,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,dan hadirkanlah lembaran kehidupan yang baru bagi ku.
Wahai penggerak jiwa izinkanlah aku untuk menggoreskan tinta kenangan yang indah,,,,,,,,,,, dalam Hidup-Q.
فإن الناس حديث لمن بعده # فكن حدثا حسنا لمن وعى
Tapi bila ku mulai sadar dari smua ini, perih luka jiwa ini semakin dalam kurasakan, ku melihat smua hal ini seakan-akan mematikan hati ku dan terkadang meluluh lantahkan kehinaan jiwa ini.
Wahai angin malam bawalah keluh Ku bersamamu, bawalah ia ke lintasan awan, dan buanglah ia dari memory ingatan ku,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,dan hadirkanlah lembaran kehidupan yang baru bagi ku.
Wahai penggerak jiwa izinkanlah aku untuk menggoreskan tinta kenangan yang indah,,,,,,,,,,, dalam Hidup-Q.
فإن الناس حديث لمن بعده # فكن حدثا حسنا لمن وعى
Langganan:
Komentar (Atom)


