“HUKUM PIDANA 1”
Dosen Pembimbing:
Nafi’ Mubarok, SH., MHI.
Di susun oleh:
Jejen : C51210137
Jurusan Ahwal As-Syakhsiyyah
Fakultas Syari’ah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2011
BAB I
A. PENDAHULUAN
Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara apabila tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat itu. Yang mana peraturan ini dikeluarkan oleh suatu badan yang berkuasa dalam masyarakat, yaitu Pemerintah.
Namun walaupun peraturan-peraturan ini telah dikeluarkan, masih ada saja orang yang melanggar peraturan-peraturan, misalnya dalam hal pencurian yaitu mengambil barang yang dimiliki orang lain dan yang bertentangan dengan hukum. Terhadap orang ini sudah tentu dikenakan hukum yang sesuai dengan perbuatannya yang bertentangan dengan hukum itu.
Hukum adalah sebuah aturan mendasar dalam kehidupan masyarakat yang dengan hukum itulah terciptanya kedamaian ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat. Terciptanya keharmonisan dalam tatanan masyarakat sosial juga tidak terlepas dengan adanya hukum yang mengatur. Dalam hukum dikenal dengan istilah perbuatan pidana.
Perbuatan pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana.Maka dari itu sangatlah penting bagi setiap anggota masyarakat untuk mengetahui yang dimaksud dengan perbuatan pidana. Dengan tujuan supaya setiap individual dari anggota masyarakat selalu mentaati norma-norma (peraturan) yang berlaku di lingkungan wilayah.
B. PERMASALAHAN
Undang-undang pasal 1 berbunyi: “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”.
Dalam rumusan pasal tersebut, itu terkandung asas yang disebut asas legalitas. Dan asas ini, sebagai asas tentang penentuan perbuatan apa sajakah yang dipandang sebagai perbuatan pidana.
Adalah kewajiban pemerintah untuk dengan bijaksana menentukan perbuatan-perbuatan apakah yang akan dipandang sebagai perbuatan pidana. Pada umumnya dalam menentukan ini Pemerintah menyesuaikan dengan perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat.
. Perbuatan pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang konkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat. Adakalanya istilah dalam pengertian hukum telah menjadi istilah dalam kehidupan masyarakat.
Dan dengan diadakannya rumusan perbuatan pidana yang terdapat dalam KUHP khususnya dalam buku II dan buku III dengan maksud agar supaya diketahui dengan jelas perbuatan apa yang dilarang. Untuk mengetahui maksud rumusan tersebut perlu menentukan definisi yang jelas serta unsur-unsur atau syarat-syarat yang terdapat dalam perbuatan pidana itu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. IATILAH-ISTILAH PERBUATAN PIDANA
Dari berbagai literature dapat diketahui, bahwa istilah tindak pidana hakikatnya merupakan istilah yang berasal dari terjemahan kata strafbaarfeit dalam bahasa belanda. Kata strafbaarfeit kemudian diterjemahkan dalam berbagai terjemahan dalam bahasa Indonesia. Beberapa kata yang digunakan untuk menterjemahkan kata strafbaarfeit oleh sarjana-sarjana Indonesia antara lain: Tindak Pidana , Delic, Perbuatan Pidana, Peristiwa Pidana .
Sementara dalam berbagai perundang-undangan sendiri digunakan berbagai istilah untuk menunjuk pada pengertian kata strafbaarfeit. Beberapa istilah yang digunakan dalam perundang-undangan tersebut antara lain:
1. Peristiwa pidana, istilah ini antara lain digunakan dalam undang-undang dasar sementara tahun 1950 khususnya dalam pasal 14.
2. Perbuatan pidana, istilah ini digunakan dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan dan acara pengadilan-pengadilan sipil.
3. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, istilah ini digunakan dalam undang-undang darurat Nomor 2 tahun 1951 tentang perubahan ordonantie Tijdelijke Byzondere Strafbepalingen.
4. Hal yang diancam dengan hukum, istilah ini digunakan dalam undang-undang darurat Nomor 16 Tahun 1951 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan.
5. Tindak pidana, istilah ini digunakan dalam berbagai undang-undang misalnya:
a. Undang-undang darurat No 7 tahun 1953 tentang pemilihan umum.
b. Undang-undang darurat No 7 tahun 1953 tentang Pengusutan, penuntutan, dan peradilan tindak pidana ekonomi.
c. Penetapan Presiden No 4 tahun 1964 tentang kewajiban Kerja Bakti dalam Rangka Pemasyarakatan bagi Terpidana karena melakukan tindak pidana yang merupakan kejahatan.
Moeljanto (2008:59) berpendapat bahwa istilah yang paling tepat adalah istilah Perbuatan Pidana, yaitu suatu pengertian yang abstrak yang menunjuk kepada dua keadaan konkret: pertama, adanya kejadian yang tertentu dan, kedua, adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu . Moeljanto yang menggunakan istilah perbuatan pidana sebagai salinan dari kata strafbaarfeit mengatakan, bahwa untuk melihat apakah istilah perbuatan pidana dapat disamakan dengan istilah strafbaarfeit, terlebih dahulu harus diketahui apa arti kata strafbaarfeit itu sendiri. Menurut Simons, strafbaarfeit dapat diartikan sebagai kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. Sementara menurut Van Hammel, strafbaarfeit adalah kelakuan orang yang dirumuskan oleh wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan
Bertolak dari dua pendapat diatas, tersimpul bahwa strafbaarfeit pada dasarnya mengandung pengertian seperti berikut:
a. Bahwa feit dalam strafbaarfeit berarti handeling, kelakuan atau tingkah laku.
b. Bahwa pengertian strafbaarfeit dihubungkan dengan kesalahan orang yang mengadakan kelakuan tersebut.
Dalam pandangan Moeljanto, istilah perbuatan pidana sama pengertiannya dengan istilah criminal act dalam bahasa inggris. Sebab, criminal act juga mengandung arti kelakuan, akibat. Selain itu criminal act juga dipisahkan dari criminal responsibility. Pandangan Moeljanto merupakan pandangan dualistis tentang perbuatan pidana. Maka dengan pemahaman seperti itu, maka menurut moeljanto, untuk adanya pertanggungjawaban pidana tidak cukup hanya dilakukannya perbuatan pidana saja, tapi disamping itu juga harus ada kesalahan.
Sebagaimana telah disebutkan, bahwa Istilah lain dari pada perbuatan pidana adalah peristiwa pidana. Sebagaimana halnya dalam Pasal 14 ayat 1 UUDS dahulu. Dan moeljanto menolak akan penggunaan istilah tersebut, dengan argument, bahwa kurang tepat jika untuk menerangkan pengertian yang abstrak itu dengan istilah ‘peristiwa Pidana” . sebab peristiwa itu adalah pengertian yang konkret, yang hanya menunjukan pada suatu kejadian saja, misalnya matinya orang.
Ada istilah lain yang dipakai dalam hukum pidana, yaitu “tindak pidana”,. Istilah ini lahir dari pihak kementrian kehakiman, sering dipakai dalam perundang-undangan. Meskipun kata ‘tindak” lebih pendek dari pada “perbuatan”. tapi “tindak” tidak menunjuk kepada hal yang abstrak seperti perbuatan yaitu seperti halnya peristiwa yang menjuru pada suatu kejadian.
Sedangkan menurut M.Sudrajat.SH, yang paling tepat dipergunakan adalah istilah “Tindak Pidana” gaya bahasa istilah tersebut selain mengandung istilah yang tepat dan jelas sebagai istilah hukum, juga sangat praktis diucapkan. Selain itu pemerintah dalam berbagai peraturan perundang-undangan memakai istilah “tindak pidana” contohnya peraturan tentang Tindak Pidana Khusus.
Dan menurut Ruslan Shaleh istilah yang paling tepat untuk perbuatan pidana adalah istilah delic. Karena istilah tersebut sering digunakan oleh para sarjana-sarjana hukum. Disamping, para ahli yang menggunakan istilah “perbuatan, tindak, peristiwa”. Mereka juga menggunakan (menyetujui) istilah delic.
B. DEFINISI PERBUATAN PIDANA
Perbuatan pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongrit dalam laporan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana harus diberi arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan untuk dapat lebih mudah dipahami oleh masyarakat.
Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu perlu diingat bahwa larangan ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. Suatu larangan itu ditujukan kepada perbuatan dimana suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh tingkah laku orang itu sendiri. Sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang-orang yang menimbulkanya.
Untuk pengertian perbuatan pidana ini merupakan masalah yang pokok dalam ilmu hukum pidana, maka dari itu banyak sekali para sarjana ahli hukum memberikan pengertian perbuatan pidana. yang telah banyak diciptakan oleh para sarjana antara lain:
a. Simon : perbuatan pidana adalah perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana yang mana oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.
b. VOS: Peristiwa pidana adalah suatu peristiwa yang dinyatakan dapat dipidana oleh Undang-undang.
c. Van Hammel: kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet, bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.
d. Prof. Moeljatno, SH: Perbuatan pidan adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
e. Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro SH : Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hokum pidana.
f. Dr. Chairul Huda, SH, MH: Tindak pidana adalah perbuatan atau serangkain perbuatan yang padanya akan dilekatkan sanksi pidana.
g. J.B. Daliyo, S.H: tindak atau peristiwa pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-unsur perbuatan yang dilarang oleh undang-undang sehingga siapa yang menimbulkan peristiwa itu dapat dikenai sanksi pidana.
Dari definisi yang dikemukakan di atas maka perbuatan itu menurut wujud dan sifat-sifat perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, merugikan masyarakat, bertentangan dengan norma dan menghambat dalam pergaulan masyarakat.
Unsur-unsur perbuatan pidana dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi subjektif dan segi objektif. Dari segi objektif berkaitan dengan tindakan, peristiwa pidana adalah perbuatan yang melawan hukum yang sedang berlaku, akibat perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman. Dari segi subjektif, peristiwa pidana adalah perbuatan yang dilakukan seseorang secara salah, unsur-unsur kesalahan sipelaku itulah yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana. Unsur kesalahan itu timbul dari niat atau kehendak sipelaku. Jadi, akibat dari perbuatan itu telah diketahui bahwa dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan hukuman.
Suatu peristiwa agar supaya dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan pidana harus memenuhi syarat-syarat seperti berikut:
a. Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.
b. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam UU. Pelakunya harus sudah melakukan sesuatu kesalahan dan harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.
c. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum.
d. Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang dilanggar itu mencantumkan sanksinya.
Pembagian perbuatan pidana dalam KUHP terdiri dari “kejahatan” dan “pelanggaran”. Pembentukan Undang-undang membedakan perbuatan atau tindak pidana atas “kejahatan” dan “pelanggaran”, berdasarkan kualifikasi tindak pidana yang sungguh-sungguh dan tindak pidana kurang sungguh-sungguh.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Pada dasarnya (hakikatnya) istilah perbuatan pidana merupakan terjemahan dari kata strafbaarfeitdalam bahasa Belanda. Dan setelah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia banyak para sarjana hukumyang memberikan arti dari kata strafbaarfeittersebut. Adapun istilah terjemahan dari kata strafbaarfeit adalah: tindak pidana, perbuatan pidana, peristiwa pidana, delic.
Dan menurut Moeljanto istilah yang paling tepat untuk menterjemahkan kata strafbaarfeit ialah perbuatan, karena istilah tersebut mempunyai arti yang abstrak. Sedangkan menurut Roeslan Saleh istilah yang paling umum digunakan adalah delic, karena banyak dari para sarjana hukum(termasuk para sarjana yang menggunakan istilah tindak pidana dan perbuatan pidana) yang menggunakan istilah delic.
Adapun masalah definisi dari perbuatan pidana ialah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut.menurut Moeljanto larangan tersebut ditunjukan kepada perbuatan (yaitu suatu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan seseorang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukan kepada orang yang menimbulkan kejadian tersebut.
Tapi tidak semua pelanggaran termasuk kepada perbuatan pidana, karena untuk menentukan suatu perbuatan itu termasuk kedalam perbuatan pidana atau tidak harus diadakan peninjauan melalui terpenuhinya syarat-syarat perbuatan pidana.
DAFTAR PUSTAKA
Tongat. 2008, Dasar-dasar hukum Pidana Indonesia dalam perspektif Pembaharuan. Malang, UMM Press.
Marpaung,Leden. 1997.Tindak Pidana terhadap kehormatan. Jakarta.PT. Raja Grapindo Persada.
Daliyo, J.B. 1997, Pengantar Hukum Indonesia. jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
Moeljanto, 2008, Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta, Rineka Cipta.
Abidin,Zamhari. Pengertian dan Asas Pidana, Jakarta, Djambatan.
Sudrajat, Tindak Pidana tertentu di dalam KUHP. Jakarta, Remadja Karya